Kamis, 03 November 2016

KEADILAN DAN KEIKHLASAN

Berbicara keadilan, hari kemarin, Kamis, 3 November 2016 saya dan beberapa teman lain mengikuti beberapa persidangan. Ruang sidang tidak terlalu luas dengan beberapa kursi untuk pengunjung sidang. Suasana sana sangat berbeda di dalam ruang sidang. Berbagai aroma tercium, aroma penyesalan, kebencian, kemurkaan, kebimbangan, kesedihan serbaur melengkapi hingga setiap sudut ruang pengadilan. Ya, semuanya para pencari keadilan.
Kebetulan, hari itu dilaksanakan juga sidang pembecaan putusan atas kasus pelanggaran terhadap pasal 310 ayat (3) UU No. 22 Th. 2009 tentang LLAJ. Seorang tersangka dikenai hukuman 1 tahun penjara dikurangi masa penahanan. Ia berusia cukup tua, sekitar 55 tahun-an. Atas kelalaiannya mengakibatkan luka berat dan cacat fisik seorang wanita. Mendengar putusan tersebut, tubuhnya terlihat lemas tak berdaya. Seketiaka yang melihat saat ini pasti tersentak hatinya. Namun apa daya, begitulah hukum, atas nama keadilan dan untuk pencari keadilan. Pastinya hakim telah mempertimbangkan segala sesuatunya hingga memberikan putusan seadil-adilnya.
Terlepas dari diskripsi dan konsep adil yang diyakini saat ini, menurut saya, keadilan merupakan suatu keikhlasan. Beberapa konsep seperti halnya, "adil tidak harus sama", "adil harus seimbang" dan sebagainya. Keadilan merupakan sesuatu hal yang terus dicari dan ditegakkan. Kata "adil" juga disebut dalam rumusan dasar negara kita. Keadilan harus dijunjung tinggi karena juga berkaitan dengan hak individu yang dibawa sejak lahir. Terlepas dari hal itu, dan dalam konteks ini, saya melihat keadilan merupakan suatu keikhlasan.
Proses penegakan hukum yang berlaku, untuk mencari keadilan, tahapan yang ditempuh tidak cukup berhenti kepada putusan hakim tingkat pertama. Terdapat tingkatan-tingkatan selanjutnya - banding, kasasi bahkan peninjauan kembali - jika pihak yang dirugikan merasa putusan hakim tingkat pertama belum mencapai keadilan tersebut. Upaya hukum terus berlanjut hingga hakim tertinggi memutuskan atas nama keadilan. Jika telah demikian, maka mau ataupun tidak, para pihak harus menerima keputusan, meskipun pihak yang dirugikan masih merasa tidak adil.
Hal itu menunjutkkan, keadilan merupakan suatu keikhlasan. Keikhlasan menerima yang telah terjadi. Keikhlasan tersebut tidak terlepas dari toleransi, tanggungjawab, perwujudan maaf, kesadaran sosial juga merupakan salah satu parameter ketaatan kepada Tuhan. Keikhlasan merupakan wujud kepasrahan atau keridhoan seseorang kepada Qodho dan Qodhar yang telah ditetapkan Tuhan. Demikian, keadilan merupakan suatu hubungan horizontal dan vertikal yang tidak dapat terlepas satu sama lain.
Bagaimanapun upaya hukum yang dilakukan, semuanya bermuara kepada keikhlasan. Pada perinsipnya, puncak hukum adalah keadilan. Naluri alami manusia tidak akan merasa adil (salah satu pihak) hingga keikhlasan hadir didalam hatinya. Islam mengajarkan pemeluknya untuk yakin dan berserah bahwa ketetapan Allah merupakan ketetapan terbaik dan paling adil. Allah akan memberikan yang terbaik dari pada apa yang makhluknya pikirkan. Demikian keyakinan untuk membangun keikhlasan.